Diari PTT Halsel : Halmahera Tengah


Domisili aku selama di Halmahera Selatan adalah desa Kebun Raja, Kecamatan Gane Timur, tepatnya di rumah dinas Puskesmas Maffa. Kecamatan Gane Timur merupakan kecamatan di Halmahera Selatan yang berbatasan langsung dengan Halmahera Tengah. Maffa bahkan lebih dekat dengan Weda, pusat pemerintahan Halmahera Tengah, daripada Labuha Bacan, pusat pemerintahan Halmahera Selatan. Jadi, jangan heran kalau aku jauh lebih sering ke kabupaten tetangga. Hampir dalam sebulan minimal dua kali ke Weda. Bahkan pasien dari Puskesmas Maffa lebih sering dirujuk ke Weda daripada ke Bacan, meskipun lebih mahal biaya pengobatannya, tapi jarak lebih dekat.

Pergi ke Weda, meskipun hanya untuk belanja, merupakan hiburan tersendiri untuk anak pulau sepertiku. Makanya waktu tanggal 6 Agustus kemarin ketika Mas Fuad dan teman-temannya datang untuk berkunjung ke sana, aku ikut menemani, padahal sebenarnya lagi kurang sehat dan seminggu sebelumnya pun aku sudah ke Weda dengan Ongen seperti biasanya untuk belanja.

Setelah makan pagi di Maffa, aku, Mas Fuad, Kak Anu, dan Sahrul berangkat menuju Weda. Kak Anu adalah promkes Puskesmas Saketa, puskesmas tempat kerja Mas Fuad juga. Sahrul adalah teman Mas Fuad waktu dia ke Morotai. Karena Sahrul datang berlibur ke Saketa, maka mereka memutuskan untuk liburan ke daerah Gane Timur sampai Weda. Dadakan memang, tapi mereka semua rela pagi-pagi berangkat dari Gane Barat menuju Gane Timur. Ceritanya wisata sekaligus studi banding nih ya. Tapi sayang cuaca tak mendukung. Dari pagi sudah mendung, dan benar saja begitu keluar Maffa sudah mulai gerimis sepanjang hari.

Untuk sampai ke Weda dari Kebun Raja, kita akan melewati Maffa, Foya, Kotalau, Taba, Foya Tobaru, dan kemudian Wairoro. Wairoro adalah daerah transmigran. Pada zaman Pak Soeharto terjadi transmigrasi untuk mengurangi ledakan penduduk di Pulau Jawa. Wairoro ini termasuk salah satunya. Jadi, jangan heran kalau bahasa utamanya adalah bahasa Jawa, bukan bahasa pasar Maluku Utara. Wairoro sendiri terbagi menjadi SP1 sampai SP4. SP4 masih termasuk Kecamatan Gane Timur, Halmahera Selatan, sedangkan sisanya termasuk Kecamatan Weda Selatan, Halmahera Tengah.

Jika biasanya kita melihat pantai di sepanjang jalan, berbeda pada perjalanan menuju Weda, saat mulai memasuki Wairoro yang akan kita temui adalah pegunungan terus karena memang daerah dataran tinggi. Rasanya sejuk seperti sedang wisata ke Puncak Pass. Daerah gersang dan pasir pantai tergantikan oleh hamparan warna hijau di mana-mana. Pegunungan di kanan kiri, sapi kerbau yang merumput. Tanahnya subur. Tempat aku biasa beli bawang dan hasil kebun lainnya.

Setelah Wairoro, kita akan melewati Sosowomo. Sosowomo adalah tempat biasa aku membeli pepaya. Di sini pepayanya enak dan manis loh. Setelah Sosowomo, kita akan melewati Loleo dan daerah Gunung Roti. Daerahnya berkelok-kelok curam khas pegunungan. Jika jalanan di daerah Gane Timur, apalagi jembatan daruratnya, beberapa belum diaspal, maka daerah dari Wairoro sampai Weda sudah diaspal semua meskipun beberapa jalan berlubang di sana sini. Dari Gunung Roti kita bisa melihat Weda di kejauhan. Laut dan pulau-pulau kecil di seberang Weda akan terlihat.

Destinasi pertama yang kami tuju adalah daerah Nusliko. Sepanjang jalan ada banyak pohon kelapa menjuntai menghadap laut, mengingatkan kita pada rayuan pulau kelapa. Cantik sekali. Sayang gerimis jadi kami tidak sempat berfoto di sana. Selanjutnya kami masuk ke Desa Nusliko. Di sana ada sebuah dermaga. Hari Minggu saat cerah, tempat ini biasa jadi tempat memancing atau sekedar tempat nongkrong dan bermain anak-anak kecil sambil naik perahu. Kalau bagi saya, biasanya dermaga ini menjadi tempat favorit untuk video call dan update aplikasi HP. Maklum sinyal E akhirnya ketemu sinyal H+. Tapi sangat disayangkan karena buruknya cuaca saat itu, sinyal hilang sepanjang hari.


Setelah itu kami berhenti di pinggir jalan. Ada sebuah telaga yang langsung menghadap ke laut. Di telaga tersebut bahkan bisa kita temukan ikan-ikan laut. Terkadang beberapa katinting pun lalu lalang mencari ikan menambah cantik pemandangannya.


Kemudian kami lanjut isi bensin di satu-satunya pangkalan bensin mini di Weda. Kalau di Gane Timur, kami biasanya beli eceran di warung-warung. Setelah itu kami pun mampir sebentar di pinggir pantai yang seakan seperti pasir timbul. Jangan bayangkan pasir putih cantik seperti di Widi atau Morotai, pesisir sepanjang Halmahera pasirnya cokelat. Tapi tetap fotogenik.

Setelah itu kami menuju Pelabuhan Weda. Di dekatnya ada toko Habib tempat aku biasa belanja kebutuhan pokok. Biasanya toko Habib jadi tujuan utama kalau ke Weda, selain untuk ambil uang karena ATM terdekat dari Maffa ada di Weda yang berjarak hampir 2 jam perjalanan naik motor. Tempat belanja lain di Weda adalah pasar, tempat membeli telur maupun alat-alat rumah tangga seperti sapu, ember, dan lainnya.

Dari pelabuhan, kita bisa melihat Pulau Imam, pulau terdekat di depan Weda. Pulau ini merupakan kuburan karena tanah di Weda merupakan bekas rawa yang saat digali keluar air sehingga kurang baik untuk tempat pemakaman. Jadilah kebanyakan orang dikubur di sana.

Setelah itu, kami pun kembali ke Wairoro untuk mampir ke rumah mbak Ervin, dokter gigi Puskesmas Weda. Di tengah jalan sebelum telaga kami singgah sebentar di saung Pak Haji karena hujan deras. Melihat laut saat badai di kejauhan sambil mendengarkan lagu Mitha saat hujan. Uweenaaak. Saat hujan sedikit reda, kami lanjut ke tempat Mbak Ervin. Di sana kami makan buah naga. Kalau Sosowomo terkenal sebagai penghasil pepaya, maka Wairoro terkenal sebagai penghasil buah naga.

Kemudian kami pun balik ke Maffa. Karena hujan sepanjang hari, beberapa jalanannya sangat mengerikan, becek karena masih jalan tanah. Untung ban motornya diganti dengan yang ban cakram. Mungkin teman-teman lain yang dari Gane Barat dan Morotai agak sedikit kaget karena tidak biasa naik motor melewati jalan seperti ini.

Dengan demikian berakhirlah perjalanan kami saat itu. Singkat tapi mungkin berkesan bagi mereka untuk melihat daerah pelosok sisi lain dari Halmahera. Menelisik tiap sudutnya. Menemukan keindahan di tengah kesederhanaan. Liburan singkat yang mungkin tidak mewah tapi rintangannya membekas di hati. Hujan, ketiadaan sinyal, jalanan berlumpur, justru malah menjadi kenangan manis tersendiri, bukan?

Semoga tidak kapok ke daerah kami teman-teman. Ayo menelisik daerah lain di Halmahera, seperti menelusuri Boki Maruru, goa tak berujung di Sagea, atau melihat burung bidadari, burung khas Maluku utara, berdansa di satu-satunya taman nasional di Maluku Utara, Aketa Jawe. Sampai jumpa di lain kesempatan!

Comments

  1. keren , saya juga orang wairoro di halteng tapi kerja saya ikut kab halsel tepatnya di puskesmas maffa juga disana saya juga merasakan hal yang sama betapa susahnya pasien jika dalam keadaan darurat harus dirujuk dari pada ke bacan ,lebih baik ke weda. di puskesmas maffa saya ketemu sama dokter intan andaru yang juga suka sekali menulis cerita. trima kasih sudah mempromosikan wairoro di media sosial, saya berharap semua orang bisa mengenal wairoro dan maluku utara dan bisa merasakan indahnya pemandangan tanah kami, dan susahnya kami di ujung indonesia timur, kami juga perlu di perhatikan untuk fasilitas kesehatan maupun tenaga medis yang masih kurang .

    ReplyDelete
    Replies
    1. Amin. Semoga lebih baik lagi ke depannya. Semakin maju Indonesiaku. 💙

      Dan Kak Intan memang menginspirasi sekali. 💙

      Delete

Post a Comment