Diari PTT Halsel : Tidore
"Empowered women empower women." Bahwa sesama wanita harus saling menguatkan. Ini aku rasain banget sejak PTT apalagi waktu di Maffa. Contohnya aja Mbak Dennise yang ga bosan-bosannya menasihati dan menguatkan supaya adiknya ini jadi lebih baik luar dalam. Agama mungkin berbeda tapi Mbak Den selalu aja mengingatkan untuk lebih tekun dalam beribadah. That sweet moment! Sholeha idaman memang mbakku ini. Fanda, apoteker Maffa, juga selalu menguatkan sesama perantau perempuan. Katanya asalkan tujuan kita baik pasti kita akan selalu tertolong di perantauan. Mau pergi ke manapun pasti akan diperlengkapi Tuhan. Sama seperti ke Tidore ini juga awalnya diajak Fanda pi baronda sekalian silaturahmi ke rumahnya. Jadilah aku, Mbak Dennise, dan Fanda pi baronda ke Tidore. Di Tidore ternyata sangat amat dijamu sekali.
Tanggal 25 Mei kami berangkat pagi dari Maffa naik otto lalu lanjut speed menuju Tidore. Kemudian kami naik bentor menuju rumah Fanda. Di sana kami dijamu makanan khas Maluku Utara. Ada ikan dasar (kakap merah) bakar dabu-dabu manta, ikan cakalang kuah kuning, ikan julung/tore kuah soru, sayur garo, bataba deng kasbi, papeda. Masakan mamanya Fanda enak semua. Suka! Bahkan kami juga liat sendiri cara tante masak ikan cakalang masak kering kayu. Setelah masak bumbu dan disiram ke ikannya kemudian ikan direbus di balanga mare. Penggorengan khusus dari tembikar yang biasanya dibuat di Pulau Mare. Rasanya? Enaaaaak banget kayak rendang gitu sih. Untuk cemilannya kita dibuatin kue pelita, yaitu lapisan gula merah dan di atasnya dikasih adonan (terigu gula susu vanilli telur) di dalam daun pandan yang dibentuk kotak. Hari pertama memang di rumah aja ngga keluar karena sore hujan, tapi ada kenikmatan tersendiri karena semacam wisata kuliner. Oh ya, rumahnya Fanda nyaman banget bikin homesick deh.
Tanggal 26 Mei adalah harinya kami ron (keliling) Tidore. Pertama kami menuju Pantai Tugulufa. Swering pantai tersebut banyak tempat jualan makan minum seperti sweringnya Bacan. Biasanya buka sore sampai malam. Sayang banget ga sempat coba kopi rampa di sana. Katanya Fanda itu kopi pake rempah khas Tidore. Penasaran deh.
Sama seperti Ternate, Tidore juga bekas jajahan Portugis dan Spanyol sehingga sekarang tempat wisata yang terkenalnya adalah benteng. Benteng pertama yang kami tuju adalah Benteng Torre. Di sana kami naik tangga dulu untuk sampai bentengnya. Di sekitar tangga banyak sekali tanaman-tanaman hias yang mempercantik pemandangan menuju benteng. Pemandangan di atas cantik sekali dan bisa terlihat gunung Kie Matubu.
Setelah itu, kami menuju Kedaton Tidore. Istananya Sultan Tidore. Bangunannya bagus banget, dari corak, warna, maupun ornamennya sangat serasi. Ga bisa dilewatin untuk foto-foto di situ. Sayang kami ga sempat masuk ke dalamnya. Katanya sih sebenarnya kedaton ini dulunya luluh lantak rata tanah, tapi berkat skrip gambar kedaton lama yang ditemukan di Belanda, maka dilakukan pembangunan kembali kedatonnya seperti dulu kala.
Karena Mbak Ades sudah menunggu di Benteng Tahulo, maka kami pun segera menuju ke sana. Mbak Ades ini kakak dokter PTT Bibinoi yang sudah menyelesikan masa baktinya. Jadi, dia menyeberang dari Ternate ke Tidore untuk baronda sekaligus perpisahan dengan kami. Benteng Tahulo dikenal juga dengan nama Benteng 1000 Anak Tangga. Jadi kebayang kan capenya mendaki ke atas. Ga 1000 anak tangga juga sih, 500 belum nyampe mungkin bahkan, tapi tetap saja untuk orang yang lututnya pernah cedera seperti aku rasanya sakit banget.
Setelah sampai di atas rasa lelahnya jadi terbayarkan. Kita bisa lihat laut dengan Pulau Halmahera di seberang kita. Selain itu, kita jg bisa lihat pemukiman warga di sekitar laut. Jalanan yang terlihat dari atas sepi sekali. Tidore ini memang sepi dibandingkan Ternate. Penduduknya juga sudah taat disiplin peraturan dan kebersihan. Tidak seperti di Halmahera Selatan yang banyak hewan berkeliaran, di sini kita bahkan jarang mendapati sampah di pinggir jalan. Kota Tidore sendiri sering sekali mendapat penghargaan adipura. Sambil menikmati pemandangan, kami juga menikmati bekal yang dibawa, yaitu Kue Lapis Tidore. Kuenya terbuat dari adonan terigu gula susu vanilli dibuat 3 lapis yang masing-masing lapisannya dilapisi gula merah dan kacang. Enak deh apalagi sambil liat pemandangan dari atas Benteng Tahulo.
Setelah dari Benteng Tahulo kami melanjutkan perjalanan ron Tidore. Kami singgah sebentar ke monumen tugu bendera Indonesia pertama yang dikibarkan di Tidore. Kami juga turun ke pantai yang di seberangnya terlihat Pulau Maitara. Di sana kami ngeliat ular phyton. Tapi ularnya diam aja jadi kami ga terlalu takut sih. Pulau Maitara ini dekat sekali rasanya sampai-sampai mungkin bisa dijangkau dengan batobo (yakali!? Haha). Kami juga melewati hutan bakau yang sayangnya tidak diurus oleh dinas pariwisata setempat. Kayu jembatannya sudah patah dan tidak bisa dilewati.
Kami kemudian melanjutkan perjalanan. Dengan naik otto setengah hari saja, kita sudah bisa mengitari Pulau Tidore. Jalan rayanya pun luas dan bagus. Sayangnya ada satu benteng peninggalan sejarah digusur demi membangun jalan. Kami lalu singgah ke Pantai Pasir Putih Cobo. Setelah melewati tangga-tangga kami sampai di hutan yang untuk mencapai ke pantainya kami harus menyusuri jalur air. Bentukannya seperti batu-batuan air terjun begitu. Karena kakiku pernah cedera jadi aku ga maksa trekking ke bawah. Padahal katanya Mbak Ades, Mbak Dennise, dan Fanda pantainya cantik banget. Hanya pantai kecil yang lautnya banyak karang cantik dan dibatasi tebing, jadi rasanya seperti private beach. Kata Fanda satu-satunya pantai pasir putih di Tidore.
Setelah itu, kami menuju ke air panas Ake Sahu. Di sana kaki kami berendam di kolam air panas. Rasanya enak banget, lelahnya jadi hilang. Kebanyakan penduduk lokal batobo di pantai, lalu lanjut bilas berendam di kolam. Wangi airnya belerang banget.
Kemudian kami pun pulang ke rumah Fanda. Berakhirlah ron Tidore hari itu. Kami lalu makan siang dan dibuatkan Ikan Woku (mirip kuah kuning tapi pakai kacang kenari jadi teksturnya seperti pecel hanya saja warnanya kuning). Ada juga koboro (mirip ketupat). Satu kata untuk Tidore kemaren: nyaman banget! Dari suasananya yang sepi, bersih, dan asri. Makanan khasnya yang enak-enak sekali. Sukur dofu-dofu (terima kasih banyak dalam bahasa Tidore/Ternate)!
Comments
Post a Comment