Diari PTT Halsel : Maitara


Hari yang paling ditunggu-tunggu akhirnya tiba juga. Apalagi kalau bukan hari libur hehe. Lumayan libur lebaran seminggu. Hari H lebaran, kita sibuk muter syawalan silaturahim ke teman-teman di Ternate Tidore. Sehari bisa 5 rumah dan pasti makan terus. Kira-kira naik berapa kg dah tuh. Setelah itu, kami pi ron Ternate, Maitara, Tidore. H+1, 26 Juni, kami ke Pulau Maitara, pulau kecil yang terletak di dekat Ternate dan Tidore. Lumayan baronda bakar lemak habis lebaran.

Dari Ternate ke Maitara bisa ditempuh cuman sebentar saja dengan memakai kapal kayu motolen seharga sepuluh ribu rupiah. Transportasi di Pulau Maitara sendiri hanya ada motor karena ruas jalannya yang sempit sehingga mobil tidak bisa masuk, makanya wajar transportasi lautnya ga ada ferry, cuma motolen yang bisa mengangkut motor. Karena jarak antar tempat wisata cukup dekat dan dalam waktu 3 jam saja kita sudah bisa ron Maitara sampai balik ke pelabuhan lagi, kami memutuskan jalan kaki.

Libur lebaran ini bisa dibilang cukup spesial karena liburannya gabungan dokter Halsel dan Morotai yang terdampar ga jadi balik ke tempat asal masing-masing. Lumayan banget nambah teman-teman yang seru maksimal. Personil di Maitara ini ada Mbak Dennise, Kak Ami, Mas Fuad, Ila, dan Abang Fadil.

Setelah berjalan kaki beberapa meter, destinasi wisata pertama di Maitara akhirnya kelihatan, yaitu huruf-huruf MAITARA ISLAND. Sayang sekali dinas pariwisatanya tidak memelihara tempat ini dengan baik. Huruf D nya hilang dan hurus T sama I nya sudah mau copot hanya disanggah dengan batu.

Setelah berfoto sebentar, kami pun lanjut jalan ke tugu uang 1000. Yap, yang membuat Pulau Maitara terkenal adalah pulau ini terekam di uang 1000 lama bersama Tidore. Meskipun tugunya ada di Maitara, pengambilan gambar untuk uang 1000 aslinya di daerah Gambesi, Ternate.

Setelah itu kami lanjut berjalan lagi menuju jembatan panjang, turun melewati pemukiman warga. Dari ujung jembatan ka dara (arah darat) kita bisa melihat Pulau Maitara secara utuh, dan ka lao (arah laut) dari arah kebalikan melihat Ternate di kejauhan.


Kemudian kami berjalan menuju pantai. Berbekal dengan GPS warga alias tanya ke penduduk sekitar, kita pun berjalan lagi. Ternyata kita salah jalan. Harusnya dari jembatan panjang, naik sedikit terus belok kanan lalu turun ke bawah lagi, kita terlanjur naik sampai jalan raya dan lewat jalan memutar. Jadilah kami menelusuri jalan belum beraspal masih tanah, menembus hutan ilalang, melewati retakan tanah, tanah longsor, dan batu-batuan. Setelah sampai di bawah, kami pun menyusuri bibir pantai untuk sampai ke pemukiman warga lagi. Pantainya ternyata warna cokelat dan bebatuan. Mungkin di Pulau Maitara memang tidak ada pantai pasir putih.


Setelah puas baronda di Pulau Maitara kami pun pulang ke Ternate sekalian antar Mbak Den ke bandara buat balik Jogja terus lanjut nongkrong di Ternate deh. Definitely a good day! ♡

Comments