Diari PTT Halsel : Tidore (part 2)


Same places, but different people, still different moments.

Meski awal Ramadhan sempat ke Tidore, ga ada bosannya kalau lebaran masih ke sana lagi. Kali ini ke Tidorenya sama Kak Ami, Kak Onha, Kak Yunhi, Mas Fuad, Abang Fadil, Ila, dan Nurul. Karena masih suasana lebaran, ke Tidorenya sekaligus diselip-selipin syawalan ke beberapa rumah kerabat. Lumayan makan gratis sekalian menjalin tali silatuhrami.

Tentu saja, kalau ke Tidore pasti ke destinasi wajibnya seperti Benteng Tahulo, Benteng Torre, dan Kedaton. Karena sebelumnya udah pernah aku bahas, jadi sekarang aku bahasnya destinasi yang belum aja ya.


Dari Benteng Tahulo kita bisa lihat ada jembatan putih panjang yang cantik. Ternyata jembatan ini letaknya ga jauh dari Kedaton Tidore dan sesungguhnya merupakan gerbang pembuangan sampah. Tapi asli jembatannya cantik sekali, sayang lautnya penuh sampah.


Selain itu, aku juga akhirnya berhasil ke Pantai Pasir Putih Cubo. Antara nyesel dan ga nyesel sih. Ada dua jalan ke bawah ke pasir putihnya, yang satu terjal sekali batu-batuan seperti sungai vertikal, satunya lagi lebih landai seperti tangga yang terbuat dari akar dan tanah. Pantai ini satu-satunya pantai pasir putih di Tidore dan pemandangannya asli cantik banget. Kita bisa melihat tulisan KOTA TERNATE di kejauhan. Pantai ini recommended banget buat berkemah sambil bikin api unggun.


Setelah menikmati pantai ini, kami pun kembali dan naik manjat lewat batu-batuan terjal seperti wall climbing. Susah banget make rok span, untung ada abang yang bantuin. Maapin bang aku berat yak haha, abis gini diet ketat dah. Liburan kali itu emang salah kostum banget efek ga bawa baju karena langsungan baronda Ternate-Tidore-Maitara dari Bacan tanpa balik Maffa. Terus karena mendaki gitu, akhirnya cederaku pun makin parah, pulang pincang, dan sampai sekarang nyerinya jadi makin sering kambuh. Tapi memang suatu pengalaman akan lebih dikenang jika dibutuhkan pengorbanan. Disitulah letak kenikmatannya.

Satu hal yang bikin aku senang banget ke Tidore lagi adalah akhirnya jadi juga nyobain kopi rampa. Sebagai penikmat kopi, wajib banget nyoba ini. Di sini istilahnya Kopi Dabe. Khasnya Tidore. Jadi, kopi dimasak sama jahe, daun pandan, dan kayu manis. Rasanya hangat dan manis. Enak juga apalagi pas lagi hujan minumnya.

Setelah puas berkeliling seharian di Tidore, kami pun kembali ke Ternate dengan naik Speedboat penumpang. Biayanya sepuluh ribu rupiah karena memang jaraknya dekat, dari pelabuhan Rum menuju pelabuhan Bastiong. Terima kasih lagi Tidore untuk beribu kenangan baru. ♡

Comments